Jumat, 25 September 2015

Fungsi Alhadist Terhadap AL-Qur'an

catatan: apa bila anda menemukan tulisan Qur"an/arab berbentuk kotak-kotak tidak seperti arab silahkan anda download qur'an word untuk diinstall di komputer anda di alamat link dibawah ini yang sudah saya sediakan:  

                                          



MAKALAH
Ushul Fiqih
AL-HADIST
Dosen pembimbing :Lilik Kholisotin, M.Pd.I



Di susun oleh:
Ahmad Putra Mangkup
12.42.13604

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH  PALANGKARAYA
PRODI S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
 2014


Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNyalah kami dapat menyelesaikan makalah Ushul fiqih ini yang berjudul “Hadist
Banyak kesulitan yang kami raskan namun berkat bantuan dari berbagai pihak sehingga kami dapat menyelesaikan makalah itu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan mudah-mudahan sumbangan pikiran kami yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kelancaran masyarakat umumnya dan pada diri kami khususnya.
Sebelum dan sesudahnya kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran sehingga makalah itu dapat terselesaikan pada waktunya, kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kririk dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Pada akhirnya hanya kepada  Allah Swt kami memohon perlindunngan dari kesesatan dan kemungkaran, semoga usaha kami yang kecil ini membawa manfaat dan berkah, baik didunia maupun diakhirat. Aamiin yaa rabbal alamin……..

Palangka Raya,   September 2014
                                                                                         
                                                                                                                           Penyusun


DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................      !!
Daftar Isi....................................................................................................................      !!!
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah.................................................................................     4
B.     Rumusan Masalah..........................................................................................      4
C.     Tujuan............................................................................................................      4
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hadist...........................................................................................      6
B.     Kedudukan Hadist.........................................................................................      7
C.     Pembagian Hadist..........................................................................................      9
D.    Fungsi Hadist.................................................................................................      10
E.     Hubungan Hadist dengan Al-Qur`an.............................................................      13
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan....................................................................................................      16
B.     Saran..............................................................................................................      16

DAFTAR PUSTAKA











BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
          Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Tentunya agama memiliki pegangan sebagai sumber hukum khusunya agama Islam bersumberkan al-Qur`an dan al-Hadist.
           Hadits merupakan sumber hukum islam yang ke dua setelah Al Quran. Sebagai sumber ajaran Islam yang sangat terpenting bagi umat Islam sebagai penjelasan dari Al Quran. Oleh karena itu, pembahasan mengenai hadits ini sangat penting untuk diketahui dan dipelajari makna, isi serta kandungan hadits tersebut. Sehingga timbul beberapa hal yang melatar belakangi sejarah lahirnya ilmu hadits.
          Para ulama dan puqoha hadits sudah banyak sekali membuat formula - formula yang mengetengahkan mengenai pembahasan hadits ini baik itu pada masa sahabat terdahulu maupun pada masa tabi’in sampailah kepada masa kita sekarang ini. Pembahasan tersebut dimulai dari vasioliditas jalur periwayatannya yang disebut Sannad Hadits, sehingga sampai kepada kesahihan isi dari suatu hadits yang dikeluarkan oleh Rasulullah Saw, yang disebut sebagai matan hadits. Baginda Rasulullah Saw, sebagai sumber keluarnya hadits tentu banyak sekali ucapan perbuatan dan penetapan beliau dalam menyampaikan sesuatu yang oleh ulama hadits disebut hadits dimanapun beliau berada dan kapanpun beliau menyampaikan fatwanya kepada para sahabat-sahabatnya hingga sampaikan hadits Rasulullah tersebut kepada masa kita sekarang ini. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan pada pembahasan berikutnya.
B.  Rumusan Masalah
     Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat ditentukan rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan hadist?
2.      Bagaimana kedudukan hadist dalam Islam?
3.      Sebutkan macam-macam hadist?
4.      Apa saja fungsi hadist?
5.      Bagaimana hubungan hadist dengan al-qur`an?
C.   Tujuan
     Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1.      Untuk mengetahui pengertian hadist
2.      Untuk  mengetahui kedudukan hadist dalam Islam
3.      Untuk mengetahui macam-macam pembagian hadist
4.      Untuk mengetahui fungsi hadist
5.      Untuk mengetahui hubungan hadist dengan al-Qur`an


    

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Hadist
Hadits  menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.
Sedangkan menurut Satria Efendi (2005,112) segala perilaku Rasulullah yang berhubungan dengan hukum, baik berupa ucapan(qauliyah), perbuatan(fi`liyah), atau pengakuan(taqririyah).
Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang diucapkannya dalam berbagai tujuan dan persuaian (situasi).
Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti pekerjaan melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan rukun-rukunnya, pekerjaan menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaannya mengadili dengan satu saksi dan sumpah dari pihak penuduh.
Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan, sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu. Bila seseorang melakukan suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada masa Nabi, Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya, namun Nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari Nabi. Keadaan diamnya Nabi itu dapat dilakukan pada dua bentuk :
Pertama, Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan dilarang oleh Nabi. Dalam hal ini kadang-kadang Nabi mengetahui bahwa siapa pelaku berketerusan melakukan perbuatan yag pernah dibenci dan dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini tidaklah menunjukkan bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukannya. Dalam bentuk lain, Nabi tidak mengetahui berketerusannya si pelaku itu melakukan perbuatan yang di benci dan dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan larangan sebelumnya.
Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi dalam hal ini menunjukkan hukumnya adalah meniadakan keberatan untuk diperbuat. Karena seandainya perbuatan itu dilarang, tetapi Nabi mendiamkannya padahal ia mampu untuk mencegahnya, berarti Nabi berbuat kesaahan ; sedangkan Nabi terhindar bersifat terhindar dari kesalahan.
B.   Kedudukan Hadist
Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang ditentukan Allah dalam Al-Quran.
Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum Al-Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh semua pihak, karena memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah SWT. Namun dalam kedudukan hadits sebagai dalil yang berdiri sendiri dan sebagai sumber kedua setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan dikalangan ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh keterangan Allah sendiri yang menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam itu telah sempurna. Oleh karenanya tidak perlu lagi ditambah oleh sumber lain.
Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam. Jumhur ulama mengemukakan alasannya dengan beberapa dalil, di antaranya :
1.    Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan kepada rasull sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ; seperti      yang tersebut dalam surat An-Nisa : 59 :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (# qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS.An-nisa : 59)
Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa oang yang mentaati Rasul berarti mentaati Allah,sebagaimana tersebut dalam surat An-Nisa 80:
`¨B ÆìÏÜムtAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøŠn=tæ $ZàŠÏÿym ÇÑÉÈ  
Artinya:  Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka(QS. An-nisa : 80)
Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah mengikuti apa-apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana tercakup dalam Sunnahnya.
Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bila wahyu mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun mempunyai kekuatan hukum untuk dipatuhi. Kekuatan hadits sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua segi: pertama, dari segi kebenaran materinya dan kedua dari segi kekuatan penunjukannya terhadap hukum. Dari segi kebenaran materinya kekuatan hadits mengikuti kebenaran pemberitaannya yang terdiri dari tiga tingkat, yaitu: mutawatir, masyhur, dan ahad sebagaimana dijelaskan diatas.
Khabar mutawatir ditinjau dari segi kuantitas sahabat yang meiwayatkannya dari Nabi dan juga kuantitas yang meriwayatkannya dari sahabat dan seterusnya adalah qath i dalam arti diyakini kebenarannya bahwa hadits itu benar dari Nabi. Meskipun jumlah hadits mutawatir ini tidak banyak namun mempunyai kekuatan sebagai dalil sebagaimana kekuatan Al-Qur’an. Khabar mutawatir mempunyai kekuatan tertinggi di dalam periwayatan dan menghasilkan kebenaran tentang apa yang diberitakan secara mutawatir sebagaima kebenaran yang muncul dari hasil pengamatan. Para ulama sepakat mengatakan bahwa khabar mutawatir menghasilkan ilmu yakin meskipun mereka berbeda pendapat dalam menetapkan cara sampai kepada ilmu yakin itu secara tanpa memerlukan pembuktian atau memerlukan pembuktian kebenarannya. Untuk sampainya khabar mutawatir itu kepada ilmu yakin harus terpenuhi syarat-syarat tertentu. Di antaranya syarat-syarat itu disepakati oleh ulama dan syarat lainnya diperselisihkan. Syarat-syarat yang disepakati ada yang menyangkut pembawa berita.
C.   Fungsi Hadist
Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan demikian fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an. Hal ini telah sesuai dengan penjelasan Allah dalam surat An-Nahl :64:
!$tBur $uZø9tRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# žwÎ) tûÎiüt7çFÏ9 ÞOçlm; Ï%©!$#(#qàÿn=tG÷z$# ÏÏù   ÇÏÍÈ  
Artinya: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu(QS.An-Nahl:64)
Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka Hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai  bayani  dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ia menjalankan fungsi sebagai berikut :
1.      Menguatkan dan mengaskan hukum-hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti mengulangi apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an. Seperti  Firman Allah dalam surat Al-Baqarah :110 yang artinya :
 Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat “ ayat itu dikuatkan oleh sabda   Nabi yang artinya :
“ Islam itu didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat.
2.      Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam hal :
a.  Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
b.  Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secari garis besar.
c.  Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
d.  Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur’an
Contoh menjelaskan arti kata dalam Al-Qur’an umpamanya kata shalat yang masih samar artinya, karena dapat saja shalat itu berarti do’a sebagaimana yang biasa dipahami secara umum waktu itu. Kemudian Nabi melakukan serangkaian perbuatan, yang terdiri dari ucapan dan pebuatan secara jelas yang dimulai dari takbiratul ihram dan berakhir dengan salam. Sesudah itu Nabi bersabda : inilah shalat itu, kerjakanlah shalat sebagimana kamu melihat saya mengerjakan shalat.
3.        Menetapkan suatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak terdapat dalam             Al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa Hadits menetapkan sendiri           hokum yang tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam bentuk    ini disebut itsbat. Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas bahwa        apa yang ditetapkan hadits itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap    apa yang disinggung Al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Al-         Qur’an secara terbatas. Umpamanya Allah SWT mengharamkan memakan bangkai, darah, dan daging babi. Larangan Nabi ini menurut lahirnya dapat   dikatakan sebagai hhukum baru yang ditetapkan oleh Nabi, karena memang      apa yang diharamkan Nabi ini secara jelas tidak terdapat dalam Al-Qur’an.        Tetapi kalau dipahami lebih lanjut larangan Nabi itu hanyalah sebagai   penjelasan terhadap larangan Al-Qur’anlah memakan sesuatu yang kotor.

C. Pembagian Hadist
       Sunah atau hadist dari segi sanadnya atau periwayatannya dalam kajian ushul fiqih dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut:
1.    Hadist mutawatir
       Hadist mutawatir adalah Hadist yg diriwayatkan oleh Rasulullah oleh sekelompok perawi yang menurut kebiasaan individu-individu jauh dari kemungkinan berbuat bohong, karena banyak jumlah mereka dan diketahui sifat masing-masing mereka yang jujur serta berjauhan tempat antara satu dengan yang lain. Hadist mutawatir dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a.    Hadist mutawatir lafzy adalah hadist yang diriwayatkan oleh orang banyak       yang bersamaan arti dan lafalnya. Contohnya :
Artinya : "Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia bersedia menduduki tempat duduk di neraka."(HR. Bukhari Muslim)
 
            Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diatas diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, kemudian Imam Nawawi dalam kitab Minhaju al-Muhadditsin menyatakan bahwa hadits itu diterima 200 sahabat.
b.    Hadist mutawatir ma`nawy adalh beberapa hadist yang beragam redaksinya      tetapi maknanya sama. Misalnya hadist yang menjelaskan bahwa Rasulullah    berdo`a mengangkat tangannya dalam setiap berdo`a yang diriwayatkan dalam    berbagai peristiwa dan dalam berbagai radaksi.
2.    Hadist Ahad
            "Suatu hadis (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita hadis mutawatir; baik pemberita itu seorang. dua orang, tiga orang, pengertian bahwa hadis tersebut masuk ke dalam hadis mutawatir: " 
       Hadist ahad terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
1.    Hadist masyhur hadist pada masa sahabat diriwayatkan oleh tiga orang perawi, tetapi kemudian pada masa tabi`in dan seterusnya hadist itu menjadi mutawatir dilihat dari segi jumlah perawinya. Contoh:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا     يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْه  . (رواه البخارى ومسلم)
Artinya; Dari Umar bin Khattab dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya amalan itu tergantung dengan niatnya, dan sesungguhnya ia akan mendapatkan sesuatu yang diniatkannya, barangsiapa hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya untuk memperoleh dunia atau seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya.“(HR. Bukhari dan Muslim)
2.    Hadist Aziz yaitu hadist yang pada satu priode diriwayatkan oleh dua orang meskipun pada priode-priode yang lain oleh banyak orang.
Contoh :
طَلَبٌ الْعِلْمِ  فَرِيْضَةٌ  عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٌز(رواه البيهقى)
Artinya :menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam baik laki-laki maupun prempuan(HR.al-Baihaqi)
3.    Hadist gharib adalah hadist yang diriwayatkan orang perorangan pada setiap     priode sampai hadist itu dibukukan. Contoh:

عَنْ قضتَادَةَ عَنْ اَنَسٍ قَالَ قَالَ النّبِيُّ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى اَكُوْنَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ وَالِدِه وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: dari Qatadah dari Anas berkata Rasulullah SAW bersabda :``belum dianggap sempurna Iman seseorang diantara kamu sehingga aku lebih disukai olehnya daripada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia(HR.al-Bukhari dan Muslim)

D.  Hubungan al-Hadist dengan Alqur`an
Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum  dalam  Al-Qur’an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di atas. Allah SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan yang digariskan. Tetapi pengalaman hukum Allah diberi penjelasan oleh Nabi. Dengan demikian bertujuan supaya hukum-hukum yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an secara sempurna dapat dilaksanakan oleh umat.
Sebagaimana dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan demikian keterkaitan hadits dengan Al-Qur’an yang utama adalah berfungsi untuk menjelaskan Al-Qur’an. Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani maka dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, Hadits menjalankan fungsi sebagai berikut :
1.        Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam Al-Qur’an   atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti       mengulangi  apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an.
2.        Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam hal :
a.  Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
b. Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara garis besar
c. Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
d. Memperluas maksud dari suatu yang tersebut dalam Al-Qur’an
Contoh Hadits yang merinci ayat Al-Qur’an yang masih garis besar, umpamanya tentang waktu-waktu shalat yang masih secara garis besar disebutkan dalam surat An-Nisa : 103
 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨BÇÊÉÌÈ
Artinya : sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

Contoh hadits yang membatasi maksud ayat Al-Qur’an yang datang dalam bentuk umum, umpamanya hak kewarisan anak laki-laki dan anak perempuan dalam surat  An-Nisa ayat 11:
ÞOäϹqムª!$# þÎû öNà2Ï»s9÷rr& ( Ìx.©%#Ï9 ã@÷VÏB ÅeáymÈû÷üusVRW{$# 4
Artinya;  Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan.(QS. An-Nisa:11)
Ayat itu dibatasi atau dikhususkan kepada anak-anak yang ia bukan penyebab kematian ayahnya.
Contoh Hadits memperluas apa yang dimaksud oleh Al-Qur’an, umpamanya firman Allah yang melarang seorang laki-laki memadu dua orang wanita yang bersaudara dalam surat An-Nisa ayat 23 yang artinya :
ôMtBÌhãm öNà6øn=tã öNä3çG»yg¨Bé& öNä3è?$oYt/ur öNà6è?ºuqyzr&ur öNä3çG»£Jtãur öNä3çG»n=»yzur ßN$oYt/ur ˈF{$# ßN$oYt/ur ÏM÷zW{$# ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur šÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$# àM»yg¨Bé&ur öNä3ͬ!$|¡ÎS ãNà6ç6Í´¯»t/uur ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm `ÏiB ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$# OçFù=yzyŠ £`ÎgÎ/ bÎ*sù öN©9 (#qçRqä3s? OçFù=yzyŠ  ÆÎgÎ/ Ÿxsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ ã@Í´¯»n=ymur ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$# ô`ÏB öNà6Î7»n=ô¹r& br&ur (#qãèyJôfs? šú÷üt/ Èû÷ütG÷zW{$# žwÎ) $tB ôs% y#n=y 3 žcÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇËÌÈ  
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. An-Nisa:23)



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
          Dari hasil makalah maka dapat ditarik kesimpulan yaitu ssebagai berikut:
1.    Hadits menurut  bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
2.    Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.
3.    Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam.
4.    fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an
5.    Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Qur’an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di atas. Allah SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan yang digariskan.
B.   Saran
     Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan bagi pembaca,terlebih lagi bermanfaat bagi saya pribadi. Selain itu  segala kekurangan dalam makalah ini harus kita perhatikan sehingga tidak ada kekeliruan  dan kesalahan terutama dalam hal yang berkaitan dengan pembahasan mengenai hadist.




DAFTAR PUSTKA
Aplikasi qur`an word
Aplikasi kutub al-tis`ah
Effendi, Satria da M. Zein. 2005. ``Ushul Fiqih``. Jakarta : Kencana Prenada         Media Group