catatan: apa bila anda menemukan tulisan Qur"an/arab berbentuk kotak-kotak tidak seperti arab silahkan anda download qur'an word untuk diinstall di komputer anda di alamat link dibawah ini yang sudah saya sediakan:
MAKALAH
Ushul Fiqih
AL-HADIST
Dosen pembimbing :Lilik Kholisotin, M.Pd.I
Di susun oleh:
Ahmad
Putra Mangkup
12.42.13604
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
PRODI
S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
2014
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNyalah kami dapat menyelesaikan
makalah Ushul fiqih ini yang berjudul “Hadist”
Banyak kesulitan yang kami raskan namun berkat
bantuan dari berbagai pihak sehingga kami dapat menyelesaikan makalah itu
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan mudah-mudahan sumbangan pikiran
kami yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kelancaran masyarakat umumnya dan
pada diri kami khususnya.
Sebelum dan sesudahnya kami mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan
tenaga dan pikiran sehingga makalah itu dapat terselesaikan pada waktunya, kami
menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Maka
dari itu kami sangat mengharapkan kririk dan saran dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini.
Pada akhirnya
hanya kepada Allah Swt kami memohon
perlindunngan dari kesesatan dan kemungkaran, semoga usaha kami yang kecil ini
membawa manfaat dan berkah, baik didunia maupun diakhirat. Aamiin yaa rabbal
alamin……..
Palangka
Raya, September 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................... !!
Daftar Isi.................................................................................................................... !!!
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................
4
B.
Rumusan Masalah.......................................................................................... 4
C.
Tujuan............................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist........................................................................................... 6
B.
Kedudukan Hadist......................................................................................... 7
C.
Pembagian Hadist.......................................................................................... 9
D.
Fungsi Hadist................................................................................................. 10
E.
Hubungan Hadist dengan Al-Qur`an............................................................. 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................... 16
B.
Saran.............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama memiliki peran yang amat penting
dalam kehidupan umat manusia.Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu
kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Tentunya agama memiliki
pegangan sebagai sumber hukum khusunya agama Islam bersumberkan al-Qur`an dan
al-Hadist.
Hadits merupakan
sumber hukum islam yang ke dua setelah Al Quran. Sebagai sumber ajaran Islam yang sangat
terpenting bagi umat Islam sebagai penjelasan dari Al Quran. Oleh karena itu,
pembahasan mengenai hadits ini sangat penting untuk diketahui dan dipelajari
makna, isi serta kandungan hadits tersebut. Sehingga timbul beberapa hal yang
melatar belakangi sejarah lahirnya ilmu hadits.
Para ulama dan puqoha hadits sudah banyak sekali
membuat formula - formula yang mengetengahkan mengenai pembahasan hadits ini
baik itu pada masa sahabat terdahulu maupun pada masa tabi’in sampailah kepada
masa kita sekarang ini. Pembahasan tersebut dimulai dari vasioliditas jalur
periwayatannya yang disebut Sannad Hadits, sehingga sampai kepada kesahihan isi
dari suatu hadits yang dikeluarkan oleh Rasulullah Saw, yang disebut sebagai
matan hadits. Baginda Rasulullah Saw,
sebagai sumber keluarnya hadits tentu banyak sekali ucapan perbuatan dan
penetapan beliau dalam menyampaikan sesuatu yang oleh ulama hadits disebut
hadits dimanapun beliau berada dan kapanpun beliau menyampaikan fatwanya kepada
para sahabat-sahabatnya hingga sampaikan hadits Rasulullah tersebut kepada masa
kita sekarang ini. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan pada
pembahasan berikutnya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas maka dapat ditentukan rumusan masalahnya yaitu
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan hadist?
2. Bagaimana kedudukan hadist dalam Islam?
3. Sebutkan macam-macam hadist?
4. Apa saja fungsi hadist?
5. Bagaimana hubungan hadist dengan al-qur`an?
C. Tujuan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1. Untuk mengetahui pengertian hadist
2. Untuk
mengetahui kedudukan hadist dalam Islam
3. Untuk mengetahui macam-macam pembagian hadist
4. Untuk mengetahui fungsi hadist
5. Untuk mengetahui hubungan hadist dengan
al-Qur`an
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru,
menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti
berita yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari
seorang kepada orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang
datang dari Rasulullah SAW, baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan
(taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan
perkataan.
Sedangkan menurut Satria
Efendi (2005,112) segala perilaku Rasulullah yang berhubungan dengan hukum,
baik berupa ucapan(qauliyah), perbuatan(fi`liyah), atau pengakuan(taqririyah).
Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu
hadits hadits Rasulullah SAW, yang diucapkannya dalam berbagai tujuan dan
persuaian (situasi).
Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan
Nabi Muhammad SAW, seperti pekerjaan melakukan shalat lima waktu dengan
tatacaranya dan rukun-rukunnya, pekerjaan menunaikan ibadah hajinya dan
pekerjaannya mengadili dengan satu saksi dan sumpah dari pihak penuduh.
Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian
para sahabat Nabi yang telah diikrarkan oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu
berbentuk ucapan atau perbuatan, sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara
mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu,
sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu. Bila seseorang melakukan
suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada masa
Nabi, Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya,
namun Nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari
Nabi. Keadaan diamnya Nabi itu dapat dilakukan pada dua bentuk :
Pertama, Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah
dibenci dan dilarang oleh Nabi. Dalam hal ini kadang-kadang Nabi mengetahui
bahwa siapa pelaku berketerusan melakukan perbuatan yag pernah dibenci dan
dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini tidaklah menunjukkan bahwa
perbuatan tersebut boleh dilakukannya. Dalam bentuk lain, Nabi tidak mengetahui
berketerusannya si pelaku itu melakukan perbuatan yang di benci dan dilarang
itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan larangan sebelumnya.
Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itu
sebelumnya dan tidak diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi dalam hal ini
menunjukkan hukumnya adalah meniadakan keberatan untuk diperbuat. Karena
seandainya perbuatan itu dilarang, tetapi Nabi mendiamkannya padahal ia mampu
untuk mencegahnya, berarti Nabi berbuat kesaahan ; sedangkan Nabi terhindar
bersifat terhindar dari kesalahan.
B. Kedudukan Hadist
Dalam kedudukannya sebagai penjelas,
hadits kadang-kadang memperluas hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri
hukum di luar apa yang ditentukan Allah dalam Al-Quran.
Kedudukan Hadits
sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum
Al-Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh semua pihak, karena
memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah SWT. Namun dalam kedudukan hadits sebagai dalil yang
berdiri sendiri dan sebagai sumber kedua setelah Al-Quran, menjadi bahan
perbincangan dikalangan ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh
keterangan Allah sendiri yang menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam itu
telah sempurna. Oleh karenanya tidak perlu lagi ditambah oleh sumber lain.
Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits
berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai
kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam. Jumhur ulama
mengemukakan alasannya dengan beberapa dalil, di antaranya :
1. Banyak ayat Al-Qur’an
yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan kepada rasull sering dirangkaikan dengan
keharusan mentaati Allah ; seperti yang tersebut dalam surat An-Nisa : 59 :
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
(#qãèÏÛr&
©!$#
(# qãèÏÛr&ur
tAqߧ9$#
Í<'ré&ur
ÍöDF{$#
óOä3ZÏB
(
bÎ*sù
÷Läêôãt»uZs?
Îû
&äóÓx«
çnrãsù
n<Î)
«!$#
ÉAqߧ9$#ur
bÎ)
÷LäêYä.
tbqãZÏB÷sè?
«!$$Î/
ÏQöquø9$#ur
ÌÅzFy$#
4
y7Ï9ºs
×öyz
ß`|¡ômr&ur
¸xÍrù's?
ÇÎÒÈ
Artinya : Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS.An-nisa : 59)
Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan
bahwa oang yang mentaati Rasul berarti mentaati Allah,sebagaimana tersebut
dalam surat An-Nisa 80:
`¨B ÆìÏÜã tAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøn=tæ $ZàÏÿym ÇÑÉÈ
Artinya: Barangsiapa yang mentaati Rasul itu,
Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari
ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka(QS. An-nisa : 80)
Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat
tersebut adalah mengikuti apa-apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul
sebagaimana tercakup dalam Sunnahnya.
Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu
adalah juga wahyu. Bila wahyu mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum,
maka hadits pun mempunyai kekuatan hukum untuk dipatuhi. Kekuatan hadits
sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua segi: pertama, dari
segi kebenaran materinya dan kedua dari segi kekuatan
penunjukannya terhadap hukum. Dari segi kebenaran materinya kekuatan hadits
mengikuti kebenaran pemberitaannya yang terdiri dari tiga tingkat, yaitu: mutawatir,
masyhur, dan ahad sebagaimana dijelaskan diatas.
Khabar mutawatir ditinjau dari segi kuantitas
sahabat yang meiwayatkannya dari Nabi dan juga kuantitas yang meriwayatkannya
dari sahabat dan seterusnya adalah qath i dalam arti diyakini
kebenarannya bahwa hadits itu benar dari Nabi. Meskipun jumlah hadits mutawatir
ini tidak banyak namun mempunyai kekuatan sebagai dalil sebagaimana kekuatan
Al-Qur’an. Khabar mutawatir mempunyai kekuatan tertinggi di dalam periwayatan
dan menghasilkan kebenaran tentang apa yang diberitakan secara mutawatir
sebagaima kebenaran yang muncul dari hasil pengamatan. Para ulama sepakat
mengatakan bahwa khabar mutawatir menghasilkan ilmu yakin meskipun
mereka berbeda pendapat dalam menetapkan cara sampai kepada ilmu yakin itu
secara tanpa memerlukan pembuktian atau memerlukan pembuktian kebenarannya.
Untuk sampainya khabar mutawatir itu kepada ilmu yakin harus
terpenuhi syarat-syarat tertentu. Di antaranya syarat-syarat itu disepakati
oleh ulama dan syarat lainnya diperselisihkan. Syarat-syarat yang disepakati
ada yang menyangkut pembawa berita.
C. Fungsi Hadist
Dalam uraian tentang
Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an
adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah belum dapat dilaksanakan
tanpa penjelasan dari hadits. Dengan demikian fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan
Al-Qur’an. Hal ini telah sesuai dengan penjelasan Allah dalam surat An-Nahl
:64:
!$tBur $uZø9tRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# wÎ) tûÎiüt7çFÏ9 ÞOçlm; Ï%©!$#(#qàÿn=tG÷z$# ÏmÏù ÇÏÍÈ
Artinya: Dan Kami tidak
menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat
menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu(QS.An-Nahl:64)
Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai
sumber asli bagi hukum fiqh, maka Hadits disebut sebagai bayani.
Dalam kedudukannya sebagai bayani dalam hubungannya
dengan Al-Qur’an, ia menjalankan fungsi sebagai berikut :
1.
Menguatkan dan mengaskan hukum-hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an
atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits
hanya seperti mengulangi apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an. Seperti
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah :110 yang
artinya :
“ Dan dirikanlah
sholat dan tunaikanlah zakat “ ayat itu dikuatkan oleh sabda Nabi yang artinya :
“ Islam itu
didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah
dan muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat.
2.
Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an
dalam hal :
a. Menjelaskan arti yang
masih samar dalam Al-Qur’an
b. Merinci apa-apa yang
dalam Al-Qur’an disebutkan secari garis besar.
c. Membatasi apa-apa yang
dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
d. Memperluas maksud dari
sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur’an
Contoh
menjelaskan arti kata dalam Al-Qur’an umpamanya kata shalat yang masih samar
artinya, karena dapat saja shalat itu berarti do’a sebagaimana yang biasa
dipahami secara umum waktu itu. Kemudian Nabi melakukan serangkaian perbuatan,
yang terdiri dari ucapan dan pebuatan secara jelas yang dimulai dari takbiratul ihram dan berakhir
dengan salam. Sesudah itu Nabi bersabda : inilah shalat
itu, kerjakanlah shalat sebagimana kamu melihat saya mengerjakan shalat.
3.
Menetapkan suatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak
terdapat dalam Al-Qur’an. Dengan
demikian kelihatan bahwa Hadits menetapkan sendiri hokum yang tidak ditetapkan
dalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam bentuk ini disebut itsbat. Sebenarnya bila diperhatikan
dengan teliti akan jelas bahwa apa yang ditetapkan hadits itu pada hakikatnya adalah penjelasan
terhadap apa yang disinggung
Al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Al- Qur’an secara terbatas. Umpamanya Allah SWT
mengharamkan memakan bangkai, darah, dan
daging babi. Larangan Nabi ini menurut lahirnya dapat dikatakan sebagai hhukum baru yang ditetapkan
oleh Nabi, karena memang apa yang diharamkan Nabi ini secara jelas tidak terdapat dalam
Al-Qur’an. Tetapi
kalau dipahami lebih lanjut larangan Nabi itu hanyalah sebagai penjelasan terhadap larangan Al-Qur’anlah
memakan sesuatu yang kotor.
C. Pembagian
Hadist
Sunah atau hadist dari segi sanadnya atau periwayatannya dalam
kajian ushul fiqih dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut:
1.
Hadist mutawatir
Hadist mutawatir adalah Hadist yg diriwayatkan oleh Rasulullah oleh sekelompok
perawi yang menurut kebiasaan individu-individu jauh dari kemungkinan berbuat
bohong, karena banyak jumlah mereka dan diketahui sifat masing-masing mereka
yang jujur serta berjauhan tempat antara satu dengan yang lain. Hadist
mutawatir dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Hadist mutawatir lafzy adalah
hadist yang diriwayatkan oleh orang banyak yang
bersamaan arti dan lafalnya. Contohnya :
Artinya : "Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang
sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia bersedia menduduki tempat duduk
di neraka."(HR. Bukhari Muslim)
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits
tersebut diatas diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, kemudian Imam Nawawi dalam
kitab Minhaju al-Muhadditsin menyatakan bahwa hadits itu diterima
200 sahabat.
b. Hadist mutawatir ma`nawy adalh
beberapa hadist yang beragam redaksinya tetapi
maknanya sama. Misalnya hadist yang menjelaskan bahwa Rasulullah berdo`a mengangkat tangannya dalam setiap
berdo`a yang diriwayatkan dalam berbagai
peristiwa dan dalam berbagai radaksi.
2.
Hadist Ahad
"Suatu
hadis (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita hadis
mutawatir; baik pemberita itu seorang. dua orang, tiga orang, pengertian bahwa
hadis tersebut masuk ke dalam hadis mutawatir: "
Hadist ahad terbagi menjadi
3 bagian yaitu :
1.
Hadist masyhur hadist pada masa sahabat diriwayatkan oleh tiga orang
perawi, tetapi kemudian pada masa tabi`in dan seterusnya hadist itu menjadi
mutawatir dilihat dari segi jumlah perawinya. Contoh:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا
الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ
إِلَيْه . (رواه
البخارى ومسلم)
Artinya; Dari Umar bin Khattab dia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya amalan itu tergantung
dengan niatnya, dan sesungguhnya ia akan mendapatkan sesuatu yang diniatkannya,
barangsiapa hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan
Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya untuk memperoleh dunia atau seorang wanita
yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya.“(HR.
Bukhari dan Muslim)
2.
Hadist Aziz yaitu hadist yang pada satu priode diriwayatkan oleh dua
orang meskipun pada priode-priode yang lain oleh banyak orang.
Contoh :
طَلَبٌ
الْعِلْمِ
فَرِيْضَةٌ
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٌز(رواه البيهقى)
Artinya :menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam
baik laki-laki maupun prempuan(HR.al-Baihaqi)
3. Hadist gharib adalah hadist yang
diriwayatkan orang perorangan pada setiap priode
sampai hadist itu dibukukan. Contoh:
عَنْ قضتَادَةَ عَنْ اَنَسٍ قَالَ قَالَ النّبِيُّ صَلَّى
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى اَكُوْنَ اَحَبَّ اِلَيْهِ
مِنْ وَالِدِه وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: dari Qatadah dari Anas berkata
Rasulullah SAW bersabda :``belum dianggap sempurna Iman seseorang diantara kamu
sehingga aku lebih disukai olehnya daripada orang tuanya, anaknya dan seluruh
manusia(HR.al-Bukhari dan Muslim)
D.
Hubungan al-Hadist dengan Alqur`an
Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits
dengan Al-Qur’an sangatlah berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan
hukum-hukum dalam Al-Qur’an dalam segala bentuknya sebagaimana
disebutkan di atas. Allah SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk
diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan yang digariskan.
Tetapi pengalaman hukum Allah diberi penjelasan oleh Nabi. Dengan demikian
bertujuan supaya hukum-hukum yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an secara
sempurna dapat dilaksanakan oleh umat.
Sebagaimana dalam uraian tentang Al-Qur’an telah
dijelaskan bahwa sebagian besar ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk
garis besar yang secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari
hadits. Dengan demikian keterkaitan hadits dengan Al-Qur’an yang utama adalah
berfungsi untuk menjelaskan Al-Qur’an. Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut
sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka hadits disebut sebagai bayani.
Dalam kedudukannya sebagai bayani maka dalam hubungannya
dengan Al-Qur’an, Hadits menjalankan fungsi sebagai berikut :
1. Menguatkan dan
menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam Al-Qur’an atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir.
Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti mengulangi apa-apa yang tersebut
dalam Al-Qur’an.
2. Memberikan penjelasan
terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam hal :
a. Menjelaskan arti yang
masih samar dalam Al-Qur’an
b. Merinci apa-apa yang
dalam Al-Qur’an disebutkan secara garis besar
c. Membatasi apa-apa yang
dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
d. Memperluas maksud dari
suatu yang tersebut dalam Al-Qur’an
Contoh Hadits yang merinci ayat Al-Qur’an yang
masih garis besar, umpamanya tentang waktu-waktu shalat yang masih secara garis
besar disebutkan dalam surat An-Nisa : 103
¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã úüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨BÇÊÉÌÈ
Artinya : sesungguhnya shalat itu adalah fardhu
yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Contoh hadits yang membatasi maksud ayat
Al-Qur’an yang datang dalam bentuk umum, umpamanya hak kewarisan anak laki-laki
dan anak perempuan dalam surat An-Nisa
ayat 11:
ÞOä3Ϲqã ª!$# þÎû öNà2Ï»s9÷rr& ( Ìx.©%#Ï9 ã@÷VÏB ÅeáymÈû÷üusVRW{$# 4
Artinya; Allah
mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan.(QS.
An-Nisa:11)
Ayat itu dibatasi atau dikhususkan kepada
anak-anak yang ia bukan penyebab kematian ayahnya.
Contoh Hadits memperluas apa yang dimaksud oleh
Al-Qur’an, umpamanya firman Allah yang melarang seorang laki-laki memadu dua
orang wanita yang bersaudara dalam surat An-Nisa ayat 23 yang artinya :
ôMtBÌhãm öNà6øn=tã öNä3çG»yg¨Bé& öNä3è?$oYt/ur öNà6è?ºuqyzr&ur öNä3çG»£Jtãur öNä3çG»n=»yzur ßN$oYt/ur ËF{$# ßN$oYt/ur ÏM÷zW{$# ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur ÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$# àM»yg¨Bé&ur öNä3ͬ!$|¡ÎS ãNà6ç6Í´¯»t/uur ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm `ÏiB ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$# OçFù=yzy £`ÎgÎ/ bÎ*sù öN©9 (#qçRqä3s? OçFù=yzy ÆÎgÎ/ xsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ ã@Í´¯»n=ymur ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$# ô`ÏB öNà6Î7»n=ô¹r& br&ur (#qãèyJôfs? ú÷üt/ Èû÷ütG÷zW{$# wÎ) $tB ôs% y#n=y 3 cÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇËÌÈ
Artinya: Diharamkan
atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu
yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu
yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua);
anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. An-Nisa:23)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
hasil makalah maka dapat ditarik kesimpulan yaitu ssebagai berikut:
1. Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan
sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu
sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada
orang lain.
2. Hadits menurut istilah
syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu ucapan,
perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai
ucapan, perbuatan, dan perkataan.
3. Jumhur ulama berpendapat bahwa
Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Quran dan
mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam.
4. fungsi hadits yang utama
adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an
5. Bila kita lihat dari
fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah berkaitan. Karena pada
dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Qur’an dalam segala
bentuknya sebagaimana disebutkan di atas. Allah SWT menetapkan hukum dalam
Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak
tujuan yang digariskan.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai tambahan ilmu
pengetahuan dan menambah wawasan bagi pembaca,terlebih lagi bermanfaat bagi
saya pribadi. Selain itu
segala kekurangan dalam makalah ini harus kita perhatikan sehingga tidak
ada kekeliruan dan kesalahan terutama dalam hal yang berkaitan dengan pembahasan mengenai
hadist.
DAFTAR PUSTKA
Aplikasi qur`an word
Aplikasi kutub al-tis`ah
Effendi, Satria da M. Zein.
2005. ``Ushul Fiqih``. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
http://pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/ulumul-hadits/allsub/99/pembagian- hadits-secara-umum.html
diakses pada tanggal 6/10/2014 10:31:06 AM